TANIMBAR KEI

Surabaya, 22 Februari 2015.

Pulau Tanimbar Kei terletak di gugusan pulau Kei Kecil, di kabupaten Maluku Tenggara, provinsi Maluku. Ohoi Tanimbar Kei adalah kampung adat yang memegan teguh pranata adatnya hingga kini. Ohoi merupakan sebutan lain dari kampung yang lazim digunakan di Kei. Tanimbar Evav adalah nama bagi wilayah ini yang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Raja Nufit, tepatnya Nufit Roa.

Di Ohoi ini hukum adat berlaku kuat dan dipatuhi seluruh warganya. begitu pula bagi warga luar maupun pendatang, juga mereka yang datang bertandang. Hukum adat Tan Kei memayungi semua aspek kehidupan antar manusia dan keselarasan hubungannya dengan alam,  dan semesta.

Siklus alam sangat dipahami orang-orang Tanimbar Kei untuk dijaga keberlangsungannya demi kehidupan mereka. Alam memberikan makanan yang tak henti bila mereka mampu merawatnya. Bahkan bila berlebih dapat digunakan untuk membantu kerabat lainnya yang berkekurangan makanan. Konsep hak dan kewajiban berlangsung imbang disini.

Berbagai pengetahuan tentang keseimbangan alam tersebut diwariskan dari generasi ke generasi. Orang Tanimbar Kei sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat leluhurnya. Mereka mensyukuri kecukupan kebutuhan sandang, pangan dan papanya dengan mematuhi aturan adat yang berlaku seperti ‘Sasi’, yang dipahami sebagai ‘larangan’ apabila dijalankan dengan konsisten akan memberikan sumber kehidupan yang tak putus untuk mereka.

Larangan berlaku bagi objek vital menyangkut kepentingan bersama seperti hutan dengan mata airnya, siklus memanfaatkan kebun-kebun kelapa, masa tanam tanaman semusim serperti hotong, merawat areal bakau sebagai tempat asuhan berbagai jenis benih ikan laut, padang lamun sebagai habitat lola dan teripang. Hukum adat Sasi itu mengatur masa-masa pelarangan dan pemanfaatanya. Seperti jedah, reses atau istirahat, untuk tidak diusik guna memberikan kesempatan reproduksi.

Saat pertama kali menjejakkan kaki di Ohoi Tanimbar Kei, saya merasakan suasana magis begitu kental. Kampung tua yang berada di bukit tebing, tempat para tua adat Tan Kei tinggal seperti mengawasi. Terdapat tiga buah tangga dengan puluhan anak tangga yang cukup curam menuju ke kompleks itu.

Letak tangga-tangga tersebut berada ditiga tempat berbeda yang menghubungkannya dengan perumahan warga di tepian pantai. Wajib bagi siapapun yang baru datang untuk membawa ‘Sirih Pinang’ menemui tetua adat. Mereka perlu mengetahui maksud dan tujuan pendatang untuk dikabarkan kepada para leluhurnya. Leluhur akan memberi pertanda kepada mereka dan memutuskan apakah kau diterima dirumah mereka. Kau tak akan tinggal lama dikampung ini bila berniat buruk.


Dan malam itu saya patuh membawa sebentuk wadah dengan sirih dan pinang untuk menemui tetua adat Tanimbar Kei, memberi penghormatan, dan menyampaikan maksud dan tujuan saya bertandang ke Tanimbar Kei, “Saya ingin belajar dari teman-teman Tanimbar Kei tentang bagaimana merawat sumber daya alam.”  


-Selesai-


Baca juga:



No comments: