Pulau
Tanimbar Kei terletak di gugusan pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara,
provinsi Maluku. Ohoi Tanimbar Kei adalah kampung adat yang memegan teguh pranata
adatnya hingga kini. Ohoi merupakan sebutan lain dari kampung yang lazim
digunakan di Kei. Tanimbar Evav adalah nama bagi wilayah ini yang merupakan bagian
dari wilayah kekuasaan Raja Nufit, tepatnya Nufit Roa.
Di
Ohoi ini hukum adat berlaku kuat dan dipatuhi seluruh warganya. begitu pula
bagi warga luar maupun pendatang, juga mereka yang datang bertandang. Hukum
adat Tan Kei memayungi semua aspek kehidupan antar manusia dan keselarasan
hubungannya dengan alam, dan semesta.
Siklus
alam sangat dipahami orang-orang Tanimbar Kei untuk dijaga keberlangsungannya
demi kehidupan mereka. Alam memberikan makanan yang tak henti bila mereka mampu
merawatnya. Bahkan bila berlebih dapat digunakan untuk membantu kerabat lainnya
yang berkekurangan makanan. Konsep hak dan kewajiban berlangsung imbang disini.
Berbagai
pengetahuan tentang keseimbangan alam tersebut diwariskan dari generasi ke
generasi. Orang Tanimbar Kei sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat
leluhurnya. Mereka mensyukuri kecukupan kebutuhan sandang, pangan dan papanya
dengan mematuhi aturan adat yang berlaku seperti ‘Sasi’, yang dipahami sebagai ‘larangan’
apabila dijalankan dengan konsisten akan memberikan sumber kehidupan yang tak
putus untuk mereka.
Larangan
berlaku bagi objek vital menyangkut kepentingan bersama seperti hutan dengan
mata airnya, siklus memanfaatkan kebun-kebun kelapa, masa tanam tanaman semusim
serperti hotong, merawat areal bakau sebagai tempat asuhan berbagai jenis benih
ikan laut, padang lamun sebagai habitat lola dan teripang. Hukum adat Sasi itu mengatur
masa-masa pelarangan dan pemanfaatanya. Seperti jedah, reses atau istirahat, untuk
tidak diusik guna memberikan kesempatan reproduksi.
Saat
pertama kali menjejakkan kaki di Ohoi Tanimbar Kei, saya merasakan suasana
magis begitu kental. Kampung tua yang berada di bukit tebing, tempat para tua
adat Tan Kei tinggal seperti mengawasi. Terdapat tiga buah tangga dengan
puluhan anak tangga yang cukup curam menuju ke kompleks itu.
Letak
tangga-tangga tersebut berada ditiga tempat berbeda yang menghubungkannya dengan
perumahan warga di tepian pantai. Wajib bagi siapapun yang baru datang untuk membawa
‘Sirih Pinang’ menemui tetua adat. Mereka perlu mengetahui maksud dan tujuan
pendatang untuk dikabarkan kepada para leluhurnya. Leluhur akan memberi
pertanda kepada mereka dan memutuskan apakah kau diterima dirumah mereka. Kau
tak akan tinggal lama dikampung ini bila berniat buruk.
Dan
malam itu saya patuh membawa sebentuk wadah dengan sirih dan pinang untuk menemui
tetua adat Tanimbar Kei, memberi penghormatan, dan menyampaikan maksud dan
tujuan saya bertandang ke Tanimbar Kei, “Saya
ingin belajar dari teman-teman Tanimbar Kei tentang bagaimana merawat sumber
daya alam.”
-Selesai-