Showing posts with label Available. Show all posts
Showing posts with label Available. Show all posts
Sunday, 26 March 2017
Monday, 20 March 2017
Tuesday, 14 March 2017
OCEAN FAIRY TALE
Labels:
Art,
Art Collector,
Available,
Cat Minyak,
Galeri,
Gallery,
Indonesia,
laut,
ocean,
Oil Painting,
Painting,
Seni. Painting
Thursday, 9 March 2017
Saturday, 4 March 2017
Tuesday, 7 February 2017
DEWI
Labels:
Art,
Available,
Galeri,
Indonesia,
Koleksi,
Oil Painting,
Painting,
Seni. Painting
Saturday, 21 February 2015
TANIMBAR KEI
Pulau
Tanimbar Kei terletak di gugusan pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara,
provinsi Maluku. Ohoi Tanimbar Kei adalah kampung adat yang memegan teguh pranata
adatnya hingga kini. Ohoi merupakan sebutan lain dari kampung yang lazim
digunakan di Kei. Tanimbar Evav adalah nama bagi wilayah ini yang merupakan bagian
dari wilayah kekuasaan Raja Nufit, tepatnya Nufit Roa.
Di
Ohoi ini hukum adat berlaku kuat dan dipatuhi seluruh warganya. begitu pula
bagi warga luar maupun pendatang, juga mereka yang datang bertandang. Hukum
adat Tan Kei memayungi semua aspek kehidupan antar manusia dan keselarasan
hubungannya dengan alam, dan semesta.
Siklus
alam sangat dipahami orang-orang Tanimbar Kei untuk dijaga keberlangsungannya
demi kehidupan mereka. Alam memberikan makanan yang tak henti bila mereka mampu
merawatnya. Bahkan bila berlebih dapat digunakan untuk membantu kerabat lainnya
yang berkekurangan makanan. Konsep hak dan kewajiban berlangsung imbang disini.
Berbagai
pengetahuan tentang keseimbangan alam tersebut diwariskan dari generasi ke
generasi. Orang Tanimbar Kei sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat
leluhurnya. Mereka mensyukuri kecukupan kebutuhan sandang, pangan dan papanya
dengan mematuhi aturan adat yang berlaku seperti ‘Sasi’, yang dipahami sebagai ‘larangan’
apabila dijalankan dengan konsisten akan memberikan sumber kehidupan yang tak
putus untuk mereka.
Larangan
berlaku bagi objek vital menyangkut kepentingan bersama seperti hutan dengan
mata airnya, siklus memanfaatkan kebun-kebun kelapa, masa tanam tanaman semusim
serperti hotong, merawat areal bakau sebagai tempat asuhan berbagai jenis benih
ikan laut, padang lamun sebagai habitat lola dan teripang. Hukum adat Sasi itu mengatur
masa-masa pelarangan dan pemanfaatanya. Seperti jedah, reses atau istirahat, untuk
tidak diusik guna memberikan kesempatan reproduksi.
Saat
pertama kali menjejakkan kaki di Ohoi Tanimbar Kei, saya merasakan suasana
magis begitu kental. Kampung tua yang berada di bukit tebing, tempat para tua
adat Tan Kei tinggal seperti mengawasi. Terdapat tiga buah tangga dengan
puluhan anak tangga yang cukup curam menuju ke kompleks itu.
Letak
tangga-tangga tersebut berada ditiga tempat berbeda yang menghubungkannya dengan
perumahan warga di tepian pantai. Wajib bagi siapapun yang baru datang untuk membawa
‘Sirih Pinang’ menemui tetua adat. Mereka perlu mengetahui maksud dan tujuan
pendatang untuk dikabarkan kepada para leluhurnya. Leluhur akan memberi
pertanda kepada mereka dan memutuskan apakah kau diterima dirumah mereka. Kau
tak akan tinggal lama dikampung ini bila berniat buruk.
Dan
malam itu saya patuh membawa sebentuk wadah dengan sirih dan pinang untuk menemui
tetua adat Tanimbar Kei, memberi penghormatan, dan menyampaikan maksud dan
tujuan saya bertandang ke Tanimbar Kei, “Saya
ingin belajar dari teman-teman Tanimbar Kei tentang bagaimana merawat sumber
daya alam.”
-Selesai-
Thursday, 12 February 2015
Monday, 9 February 2015
Friday, 30 January 2015
REOG
REOG ~ Sketch on Canvas 120x60 Cm
Mbah Na’am berkeliling sambil memukul-mukul kenongan di gang-gang kompleks perumahan militer, di belakang Kodam V Brawijaya, tempat tinggalku dulu pada tahun 1973-1992. Rumahnya di Pulosari, perkampungan sebelah. Kini komplek itu dan kampungnya tampak sama, tak ada kampung. Ada Indomaret dikeduannya. Kompleks kami dan perkampungannya hanya dipisahkan oleh sungai Mir yang bermuara ke bendungan Rolak, pengendali luapan air Kali Brantas yang membelah Kota Surabaya, Jawa Timur.
Mbah Na’am berkeliling sambil memukul-mukul kenongan di gang-gang kompleks perumahan militer, di belakang Kodam V Brawijaya, tempat tinggalku dulu pada tahun 1973-1992. Rumahnya di Pulosari, perkampungan sebelah. Kini komplek itu dan kampungnya tampak sama, tak ada kampung. Ada Indomaret dikeduannya. Kompleks kami dan perkampungannya hanya dipisahkan oleh sungai Mir yang bermuara ke bendungan Rolak, pengendali luapan air Kali Brantas yang membelah Kota Surabaya, Jawa Timur.
Usianya berkisar 70 tahun kala itu. Meski renta tapi sura Mbah Na'am sangat lantang tiap kali mengumumkan
kematian salah seorang warga kompleks atau kampungnya. Yang diumumkan sering
kali tentang kematian, juga kelahiran, kadang juga tentang pertunjukan Reog yang
akan segera diselenggarakan pada sore hari hingga menjelang magrib di halaman
samping rumahnya. Dan aku yang kala itu masih kecil, kira-kira kelas 5 SD
bergegas membaur lalu merangsek kebaris paling depan dalam kerumunan itu, tak
ingin kehilangan satupun adegan-adegan yang dipertontonkan. Pada masa itu, setidaknya
3 kali pertunjukan Reog digelar dalam rentang waktu yang tak tertata. Saya
takjub setiap kali pertunjukan digelar, dan tak pernah melupakan adegan-adegan se-fantastis
itu.
Laiknya debus, benda tumpul tak berarti, tapi
apapun yang tajam menghujam tak melukai. Makan beling, mengunyah paku, melahap
bola-bola api sembari berjalan atau bergumul dengannya tak juga membuatnya
melepuh. Atau dirajam lecutan pecut yang hanya menyisahkan garis berona merah
pada tubuh-tubuh itu. Pertunjukan Reog se-original itu dulu tak akan pernah kau
jumpai lagi pada masa kini. Mereka seperti
menghilang. Pergi bersama mbah Na’am.
Tak bisa dijelaskan dengan logika telanjang adegan-adegan
yang di pertontonkan dalam pertunjukan itu. Hanya raga kebal atau ilmu
kanuragan yang sangat mumpuni yang kasat mata. Mereka seperti sedang meminjam energi dari jiwa-jiwa yang bertebaran di jagad semesta,
entah apa…Ada burung merak yang indah gemulai dan menggoda, juga harimau yang
siap menerkam dengan sorot mata tajam. Lalu kuda yang berjingkat anggun tapi lumping
jingkraknya, liar. Energi yang dipancarkan dalam arena itu seperti tengah
bertempur dalam sebuah medan yang saling tarik-menarik, merenggut, merebut, memangsa,
mempengaruhi, menguasai. Seperti pertunjukkan tentang manusia, tentang
kehidupanya, tetang sifat-sifatnya.
Tapi hingga kini aku terus mengaguminya karena
kutemukan banyak makna darinya. Pertunjukkan itu persis seperti adegan-adegan politik
di negeriku hari ini bila membaca koran atau menonton televisi. Ada akrobat,
sirkus, lalu drama, roman picisan, heroism, juga hedonisme disana. Makna yang secara
personal aku tangkap mungkin seperti mencoba memahami epic-epic yang diceriterakan
dalam kitab yang diajarkan kepadaku atau dari kitab-kitab lain yang sempat
kubaca. Tapi ini hidupku, aku harus terus bergerak maju. Seperti perjalanan yang
terus menghimpun energi untuk menemukan jiwa ditengah kebisingan jiwa-jiwa lain.
Surabaya, 30 Januari 2015.
Friday, 13 January 2012
Monday, 19 December 2011
Tuesday, 15 November 2011
ONE IN MILLION
Wednesday, 9 November 2011
MOON ORCHID
Oil on Canvas 80 x 60 Cm ![]() |
MOON ORCHID, (2011) by Hasrul Kokoh |
Monday, 3 October 2011
Saturday, 24 September 2011
Wednesday, 14 September 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)