Showing posts with label Available. Show all posts
Showing posts with label Available. Show all posts

Saturday, 21 February 2015

TANIMBAR KEI

MAN OF TANKEI

*
Oil on Canvas 75x70 Cm

*


TANIMBAR KEI


Surabaya, 22 Februari 2015.

Pulau Tanimbar Kei terletak di gugusan pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, provinsi Maluku. Ohoi Tanimbar Kei adalah kampung adat yang memegan teguh pranata adatnya hingga kini. Ohoi merupakan sebutan lain dari kampung yang lazim digunakan di Kei. Tanimbar Evav adalah nama bagi wilayah ini yang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Raja Nufit, tepatnya Nufit Roa.

Di Ohoi ini hukum adat berlaku kuat dan dipatuhi seluruh warganya. begitu pula bagi warga luar maupun pendatang, juga mereka yang datang bertandang. Hukum adat Tan Kei memayungi semua aspek kehidupan antar manusia dan keselarasan hubungannya dengan alam,  dan semesta.

Siklus alam sangat dipahami orang-orang Tanimbar Kei untuk dijaga keberlangsungannya demi kehidupan mereka. Alam memberikan makanan yang tak henti bila mereka mampu merawatnya. Bahkan bila berlebih dapat digunakan untuk membantu kerabat lainnya yang berkekurangan makanan. Konsep hak dan kewajiban berlangsung imbang disini.

Berbagai pengetahuan tentang keseimbangan alam tersebut diwariskan dari generasi ke generasi. Orang Tanimbar Kei sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat leluhurnya. Mereka mensyukuri kecukupan kebutuhan sandang, pangan dan papanya dengan mematuhi aturan adat yang berlaku seperti ‘Sasi’, yang dipahami sebagai ‘larangan’ apabila dijalankan dengan konsisten akan memberikan sumber kehidupan yang tak putus untuk mereka.

Larangan berlaku bagi objek vital menyangkut kepentingan bersama seperti hutan dengan mata airnya, siklus memanfaatkan kebun-kebun kelapa, masa tanam tanaman semusim serperti hotong, merawat areal bakau sebagai tempat asuhan berbagai jenis benih ikan laut, padang lamun sebagai habitat lola dan teripang. Hukum adat Sasi itu mengatur masa-masa pelarangan dan pemanfaatanya. Seperti jedah, reses atau istirahat, untuk tidak diusik guna memberikan kesempatan reproduksi.

Saat pertama kali menjejakkan kaki di Ohoi Tanimbar Kei, saya merasakan suasana magis begitu kental. Kampung tua yang berada di bukit tebing, tempat para tua adat Tan Kei tinggal seperti mengawasi. Terdapat tiga buah tangga dengan puluhan anak tangga yang cukup curam menuju ke kompleks itu.

Letak tangga-tangga tersebut berada ditiga tempat berbeda yang menghubungkannya dengan perumahan warga di tepian pantai. Wajib bagi siapapun yang baru datang untuk membawa ‘Sirih Pinang’ menemui tetua adat. Mereka perlu mengetahui maksud dan tujuan pendatang untuk dikabarkan kepada para leluhurnya. Leluhur akan memberi pertanda kepada mereka dan memutuskan apakah kau diterima dirumah mereka. Kau tak akan tinggal lama dikampung ini bila berniat buruk.

Dan malam itu saya patuh membawa sebentuk wadah dengan sirih dan pinang untuk menemui tetua adat Tanimbar Kei, memberi penghormatan, dan menyampaikan maksud dan tujuan saya bertandang ke Tanimbar Kei, “Saya ingin belajar dari teman-teman Tanimbar Kei tentang bagaimana merawat sumber daya alam.”  


-Selesai-







Monday, 9 February 2015

Friday, 30 January 2015

REOG

REOG ~ Sketch on Canvas 120x60 Cm

Mbah Na’am berkeliling sambil memukul-mukul kenongan di gang-gang kompleks perumahan militer, di belakang Kodam V Brawijaya, tempat tinggalku dulu pada tahun 1973-1992. Rumahnya di Pulosari, perkampungan sebelah. Kini komplek itu dan kampungnya tampak sama, tak ada kampung. Ada Indomaret dikeduannya.  Kompleks kami dan perkampungannya hanya dipisahkan oleh sungai Mir yang bermuara ke bendungan Rolak, pengendali luapan air Kali Brantas yang membelah Kota Surabaya, Jawa Timur.

Usianya berkisar 70 tahun kala itu. Meski renta tapi sura Mbah Na'am sangat lantang tiap kali mengumumkan kematian salah seorang warga kompleks atau kampungnya. Yang diumumkan sering kali tentang kematian, juga kelahiran, kadang juga tentang pertunjukan Reog yang akan segera diselenggarakan pada sore hari hingga menjelang magrib di halaman samping rumahnya. Dan aku yang kala itu masih kecil, kira-kira kelas 5 SD bergegas membaur lalu merangsek kebaris paling depan dalam kerumunan itu, tak ingin kehilangan satupun adegan-adegan yang dipertontonkan. Pada masa itu, setidaknya 3 kali pertunjukan Reog digelar dalam rentang waktu yang tak tertata. Saya takjub setiap kali pertunjukan digelar, dan tak pernah melupakan adegan-adegan se-fantastis itu. 

Laiknya debus, benda tumpul tak berarti, tapi apapun yang tajam menghujam tak melukai. Makan beling, mengunyah paku, melahap bola-bola api sembari berjalan atau bergumul dengannya tak juga membuatnya melepuh. Atau dirajam lecutan pecut yang hanya menyisahkan garis berona merah pada tubuh-tubuh itu. Pertunjukan Reog se-original itu dulu tak akan pernah kau jumpai  lagi pada masa kini. Mereka seperti menghilang. Pergi bersama mbah Na’am.

Tak bisa dijelaskan dengan logika telanjang adegan-adegan yang di pertontonkan dalam pertunjukan itu. Hanya raga kebal atau ilmu kanuragan yang sangat mumpuni yang kasat mata. Mereka seperti sedang meminjam energi  dari jiwa-jiwa yang bertebaran di jagad semesta, entah apa…Ada burung merak yang indah gemulai dan menggoda, juga harimau yang siap menerkam dengan sorot mata tajam. Lalu kuda yang berjingkat anggun tapi lumping jingkraknya, liar. Energi yang dipancarkan dalam arena itu seperti tengah bertempur dalam sebuah medan yang saling tarik-menarik, merenggut, merebut, memangsa, mempengaruhi, menguasai. Seperti pertunjukkan tentang manusia, tentang kehidupanya, tetang sifat-sifatnya.

Tapi hingga kini aku terus mengaguminya karena kutemukan banyak makna darinya. Pertunjukkan itu persis seperti adegan-adegan politik di negeriku hari ini bila membaca koran atau menonton televisi. Ada akrobat, sirkus, lalu drama, roman picisan, heroism,  juga hedonisme disana. Makna yang secara personal aku tangkap mungkin seperti mencoba memahami epic-epic yang diceriterakan dalam kitab yang diajarkan kepadaku atau dari kitab-kitab lain yang sempat kubaca. Tapi ini hidupku, aku harus terus bergerak maju. Seperti perjalanan yang terus menghimpun energi untuk menemukan jiwa ditengah kebisingan jiwa-jiwa lain.


Surabaya, 30 Januari 2015.        




Friday, 13 January 2012

DESIRE


Sketch on Canvas 100x75 Cm


DESIRE by Hasrul Kokoh (2012)

Monday, 19 December 2011

PASSION


Sketch on Canvas 100x75 Cm


PASSION by Hasrul Kokoh (2011)

Tuesday, 15 November 2011

ONE IN MILLION


Oil on Canvas 120cm x 90cm


ONE IN MILLION by Hasrul Kokoh (2011)

One in Million can be displayed vertical or horizontal. It took a month of time completing this painting. I can imagine how the artist of writing batik can be finished its intricate and beautiful work. This painting represents one of my points of view of life.

Wednesday, 9 November 2011

MOON ORCHID



Oil on Canvas 80 x 60 Cm


MOON ORCHID, (2011) by Hasrul Kokoh

Monday, 3 October 2011

ORCHID The Therapist

Oil on Canvas 60 x 75 Cm

ORCHID The Therapist, (2011) by Hasrul Kokoh

Saturday, 24 September 2011

FLOWER DUNE

Oil on Canvas 70 x 80 Cm


FLOWER DUNE (2011) by Hasrul Kokoh

Wednesday, 14 September 2011

Déjà Vu

Oil on Canvas 80x60 Cm


Deja Vu (2011) by Hasrul Kokoh

LOVE

Oil on Canvas 70x60 Cm


LOVE (1995) by Hasrul Kokoh